RSS

Menjadi Pembelajar Sejati (Konferensi Pendidikan)

21 Nov

Acara    : Konferensi Pendidikan

Tanggal : 8 November 2014

Tempat  : Sekolah Cikal, Jakarta Selatan

Pembicara :

  1. Anies Baswedan (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia)
  2. Najwa Shihab (Jurnalis senior dan vice chief editor Metro TV)
  3. Alexander Rusli (CEO Indosat)
  4. Farid (Ketua Dewan Pembina Pusat Studi Alquran)

Beberapa waktu yg lalu, saya mengikuti konferensi pendidikan di salah satu sekolah di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan. Acara itu dihadiri oleh para guru, praktisi, pemerhati dan aktivis pendidikan dari berbagai daerah di Indonesia.

Dalam konferensi tersebut, turut hadir Anies Baswedan, selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Najwa Shihab yang merupakan jurnalis senior dan vice chief editor Metro TV, Alexander Rusli, selaku CEO Indosat, dan Farid sebagai Ketua Dewan Pembina Pusat Studi Alquran. Setiap narasumber menceritakan pengalamannya di bidang masing masing, dari masa mengenyam pendidikan formal, berkarir dan berkarya, hingga mereka dapat bersinar seperti sekarang. Berikut ini pemaparan para narasumber yang dapat saya tangkap.

Anies Baswedan: Ekonom yang Jadi Menteri Pendidikan

Anies Baswedan bercerita bagaimana ia mulai terjun ke dunia pendidikan. Menurutnya, boleh dibilang ia ‘salah jalur’. Bagaimana tidak? Latar belakang pendidikannya ekonomi, seharusnya dengan keilmuannya itu ia menjadi ekonom. Nemun, saat ini ia menjadi mendikbud, pemegang kebijakan tertinggi dalam urusan pendidikan dan kebudayaan di negara RI.

Bagaimana bisa?

Jawabannya sederhana. Terjunnya Anies dalam bidang pendidikan karena sebagai ekonom ia memahami bahwa dengan memperbaiki pendidikan secara perlahan tapi pasti kondisi ekonomi Indonesia dapat berangsur pulih dan menjadi hebat. Apakah mudah? Tentu tidak. Anies harus banyak belajar mengenai iklim pendidikan di Indonesia, kendala-kendala yang terjadi, dan sebagainya. Namun, apapun rintangannya, Anies enggan untuk berhenti belajar dan menyerah dengan keadaan.

Najwa Shihab: Sarjana Hukum yang Nyasar jadi Jurnalis

Serupa, meski tak sama dengan Anies Baswedan, Najwa juga memiliki latar belakang pendidikan formal yang agak sedikit berbeda dengan apa yg ia kerjakan saat ini. Lulusan Program Studi Sarjana Hukum Universitas Indonesia ini, kini menjadi Vice Chief Editor Metro TV. Acara Mata Najwa yang dipegangnya mampu memberi pengaruh yg cukup signifikan terhadap beberapa isu nasional.

Saat saya bertanya apa yg membuatnya bisa mencetak prestasi meski bidang keilmuan formalnya tidak menunjang, jawabannya sederhana: terus belajar. Jejak kariernya sebagai jurnalis diawali dari program magang di RCTI. Selanjutnya Najwa mencoba berkarier di Metro TV sebagai jurnalis junior. Ia bertutur, di awal kariernya, ia selalu belajar dan mencari cara agar mendapatkan berita yg baik. Bahkan ia pernah menunggu hingga enam jam supaya bisa mewawancarai salah seorang tokoh demi mendapatkan berita dengan kualitas tinggi.

Kini, ketika Najwa sudah menjadi jurnalis senior, apakah ia berhenti belajar? Dengan tegas ia menjawab, TIDAK. Setiap kali ia mencari data untuk dijadikan bahan ulasan Mata Najwa ia selalu belajar. Belajar mencari kebijaksanaan-kebijaksanaan baru, belajar melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda, belajar menggali informasi lebih dalam lagi, dan seterusnya. Never ending learning process.

Alexander Rusli: Dari Ahli IT ke CEO Perusahaan Komunikasi

Sejak kecil Alexander Rusli, kerap disapa Alex, selalu menjadi anak nomor satu. Namun, sayangnya prestasi itu hanya bertahan sampai saat ia menginjak masa SMP. Saat SMP itulah iapindah sekolah ke Australia dan di sana tidak diberlakukan sistem ranking. Materi pelajarannya juga tak sekompleks dan sebanyak di Indonesia.

Setelah menjalani pendidikan sampai S-2 di Australia, Alex bekerja di perusahaan IT di Australia. Beberapa tahun kemudian ia memutuskan untuk pulang ke Indonesia dan bekerja sebagai Staf Ahli Kemenkominfo selama beberapa tahun setelahnya.

Singkat cerita, Setelah 14 tahun ia bekerja sebagai ahli IT, baik di Perusahaan IT ataupun Kemenkominfo, di saat kariernya memuncak, ia diberikan amanah untuk menjadi CEO Indosat. Ya, menjadi CEO atau presiden direktur dari perusahaan multinasional dengan aset puluhan triliun rupiah dan delapan ribu karyawan. Dua bidang pekerjaan yang benar-benar berbeda, menjadi CEO. Alex harus memikirkan strategi perusahaan, bisnis, keuangan, operasional, pengembangan, dsb. yang tentu lebih kompleks dan tidak sesederhana ketika mengurusi IT.

Saya bertanya, bagaimana bisa ia mengemban tugas itu dan apa yang membuatnya yakin dengan keputusannya untuk ‘beralih bidang pekerjaan’?

Jawabannya tak jauh beda dg narasumber lainnya: belajar, belajar dan belajar. Belajar menghadapi tantangan baru, belajar menyelesaikan persoalan persoalan baru yang boleh jadi kian hari kian sulit diatasi. Bahkan ia bertutur kepada kami bahwa belajar itu harus terus dilakukan bahkan hingga kita mati.

Menjadi Pembelajar Sejati dan Terus Berkembang atau Mati Ditelan Zaman?

Dari pengalaman ketiga tokoh tersebut ada satu pelajaran berharga yang bisa kita petik: PANTANG BERHENTI BELAJAR SEBELUM AJAL. Setinggi apapun posisi kita dalam organisasi yang kita pimpin, sehebat apapun pencapaian yg pernah kita raih, sebaik apapun diri kita di hadapan banyak orang, jangan pernah berhenti belajar. Sebab saat kita memutuskan untuk berhenti belajar, saat itu pula kita berhenti untuk tumbuh. Saat kita berhenti tumbuh, saat itu pula kita akan merasa semakin kewalahan menjalani kehidupan. Mengapa? Karena tantangan akan terus bertumbuh seiring dengan waktu yang terus bertambah.

Saat dulu kita masih dalam rahim ibu kita, semua asupan gizi, oksigen, dsb. kita peroleh dari ibu kita. Saat kita baru lahir, kita belajar untuk melihat, mendengar, bernapas, dan mencari makan. Saat kita balita kita belajar untuk berjalan, makan dan minum sendiri, tidur sendiri, mandi sendiri. Beranjak dewasa kita belajar lagi untuk mengatur kehidupan kita sendiri. Saat dewasa kita belajar untuk benar-benar bertanggung jawab atas kehidupan kita. Saat menikah, kita belajar lagi untuk berbagi kehidupan dengan pasangan kita. Belajar untuk menanggung kehidupan dan mendidik keluarga kita. Demikian pula jika kita memiliki anak, kita dituntut untuk belajar menjadi orangtua yang bijak, belajar membagi waktu, tenaga, perhatian untuk anak. Dan seterusnya.

See? Jadi, bagi kita yang enggan untuk belajar menghadapi hal-hal baru, bagi kita yang tak mau repot belajar menyelesaikan setiap tantangan kehidupan, siap-siap saja untuk mengalami berbagai kesulitan. Sedangkan bagi kita yang siap untuk terus menerus belajar kapan pun, di mana pun dan dari siapa pun, bersiaplah untuk terus bertumbuh dan bersinar, kemudian menjadi orang yang bermakna bagi kehidupan.

Semua keputusan ada di tangan kita: mau menjadi pembelajar sejati dan terus berkembang atau diam lalu mati ditelan zaman?

Bandung Nov 16th 2014

@ayesaja

Education enthusiast,

CEO Conscience education

Founder Science Factory

editor: @indyrasuci

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 21 November 2014 inci Pendidikan

 

Tinggalkan komentar